Minggu, 28 April 2013

Konsumsi Susu Anak-Anak Indonesia Rendah


Banyaknya kegiatan dan aktifitas anak-anak Indonesia membuat sebagian besar waktunya dihabiskan di luar rumah. Kondisi tersebut membawa konsekuensi yang menempatkan anak-anak sebagai pengambil keputusan utama atas jumlah, jenis varian dan kualitas asupan gizi yang dikonsumsinya setiap hari. “Penelitian kami menunjukkan bahwa 70 persen konsumsi harian anak sekolah dasar dilakukan di luar rumah.

Mereka mendapatkan uang saku dan kemudian dibelanjakannya untuk membeli jajan, membeli makanan, minuman dan cemilan yang mereka suka. Sehingga pengambil keputusan utama makanan-minuman yang mereka beli, yang mereka konsumsi, adalah mereka sendiri, bukan lagi orang tua,” ujar Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS, seorang pakar gizi yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Peminat Gizi dan Pangan (PERGIZI Pangan) Indonesia, di Jakarta, akhir pekan. Dengan adanya fenomena tersebut, menurut Hardinsyah, kalangan orang tua diharapkan dapat memberikan pemahaman yang tepat dan benar terhadap anak-anak dalam memilih produk-produk makanan dan minuman apa saja yang baik dan bermanfaat terhadap pertumbuhannya.

Pandangan Hardinsyah tersebut dibenarkan oleh Isabella Silalahi, Brand Director PT Danone Dairy Indonesia. Dengan banyaknya produk makanan-minuman yang beredar di pasaran dan tidak semuanya baik untuk kesehatan tubuh anak, menurut Isabella, orang tua harus peduli terhadap kesadaran dan pemahaman anak terhadap kebutuhan gizi dan pangan demi mendukung pertumbuhannya. “Misalnya saja dalam hal minuman.

Berdasarkan survey yang kami lakukan, anak-anak menganggap bahwa kebutuhan minum hanyalah semata-mata menghilangkan rasa haus, sehingga yang dipilih cenderung adalah jenis menuman yang sebatas membawa rasa segar. Meskipun mungkin (minuman) itu tidak banyak mengandung gizi yang mereka butuhkan,” tutur Isabella. Dalam survey yang dilakukannya tersebut, Isabella menjelaskan, terungkap data bahwa konsumsi susu bagi anak-anak Indonesia usia lima sampai delapan tahun hanya 11,2 persen dari toal konsumsi per kapita. Persentase tersebut semakin menurun hingga hanya mencapai empat persen bagi anak-anak di usia 15 tahun sampai 17 tahun.

“Karena yang dipilih adalah minuman yang menghilangkan rasa haus dan menyegarkan, maka susu bukan menjadi pilihan favorit bagi anak-anak. Mereka lebih senang jenis minuman ringan yang ironisnya terkadang tidak banyak mengandung zat gizi sesuai kebutuhan anak-anak. Belum lagi faktor psikologis pada anak-anak usia menginjak remaja, seperti usia 15 tahun sampai 17 tahun yang justru merasa malu, merasa gengsi bila mengonsumsi susu. Ini harus menjadi perhatian bagi orang tua dalam memberikan pemahaman yang benar terhadap anak-anaknya,” tegas Isabella.

Sumber : Jurnas.com 




Satu Dari Dua Anak Indonesia Menderita Dehidrasi


KESADARAN terhadap gaya hidup sehat dengan salah satunya adalah melalui tercukupinya kebutuhan air minum rupanya belum sepenuhnya dimiliki oleh anak-anak dan generasi muda Indonesia secara umum. Di antara total jumlah anak secara nasional, separuh di antaranya bahkan diyakini menderita gejala dehidrasi ringan yang dinilai cukup menghambat tumbuh kembangnya sebagai pribadi yang tengah berkembang.

“Penelitian yang kami lakukan menunjukkan fakta bahwa sebagian anak-anak tidak minum dengan cukup, dengan alasan tidak mengetahui pentingnya minum (hidrasi) bagi kesehatan tubuh. Satu diantara dua anak pra remaja mengalami dehidrasi ringan, lebih tinggi dari fakta untuk orang dewasa,” ujar Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS, seorang pakar gizi yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Peminat Gizi dan Pangan (PERGIZI Pangan) Indonesia, di Jakarta, akhir pekan.

Kondisi dehidrasi ringan tersebut, menurut Hardinsyah, cukup mengkhawatirkan mengingat tubuh anak-anak lebih rentan terhadap cuaca dan ditambah dengan aktifitasnya yang cenderung sangat tinggi.

Paparan Hardinsyah tersebut disampaikan dalam acara yang digelar oleh PT Danone Dairy Indonesia dalam rangka meningkatkan kesadaran orang tua untuk senantiasa menumbuhkan kesadaran dan pemahaman anak terhadap kebutuhan gizi dan pangan untuk mendukung pertumbuhannya. Salah satu kesadaran dan pemahaman tersebut di antaranya adalah kebutuhan tubuh terhadap pasokan air minum minimal delapan gelas per hari.

“Kebutuhan ini belum sepenuhnya dipahami, apalagi diaplikasikan oleh sebagian besar anak-anak di Indonesia. Lalu juga kebutuhan terhadap susu dan sari buah sebagai sumber cairan yang baik bagi tubuh. Jadi sebenarnya ada banyak pilihan sehat untuk mencegah dehidrasi selain air putih. Tapi apakah anak-anak sudah memahami ini? Inilah peran penting orang tua dalam memberikan pemahaman,” tutur Hardinsyah.

Selain orang tua, lanjut Hardinsyah, peran guru, pengasuh dan bahkan produsen minuman sangat penting dalam membangun iklim yang bagus di sekitar anak demi mendukung pertumbuhan dan perkembangannya di masa mendatang. Semua pihak tanpa terkecuali dikatakan Hardinsyah memiliki peran sangat penting jika menginginkan generiasi mda yang unggul untuk Indonesia di masa depan.

“Semua pihak harus peduli. Semua pihak harus aware karena ini untuk masa depan kita semua juga. Anak-anak jelas membutuhkan arahan, bimbangan dan dukungan agar perkembangannya ke depan bisa lebih maksimal,” tegas Hardinsyah.

Sumber : Jurnas.com 

Sabtu, 27 April 2013

Anak Terlalu Banyak Kursus Rentan Stres


JAKARTA - Saat ini, orang tua punya kecenderungan untuk memasukkan anak ke berbagai kursus baik itu yang berbau akademik hingga seni budaya dan olahraga. Namun terkadang hal itu hanya diikuti oleh ambisi orang tua saja tanpa memperhatikan minat dan keinginan si anak sehingga berbagai kursus tersebut hanya berhasil membuat lelah si anak saja.

Psikolog LPT UI, Wita Mulyani, mengatakan bahwa sebelum memasukkan anak ke sebuah tempat kursus, orang tua harus melihat potensi tumbuh kembang dan hobi anak. Pasalnya, saat usia Sekolah Dasar (SD) anak-anak justru menunjukkan jelas minatnya dan jujur mengatakan apa yang disukainya.

"Bisa tanya langsung ke anak kemudian dibandingkan dengan potensi yang terlihat saat tumbuh kembang," kata Wita saat Diskusi tentang Pendidikan STEM di FX Lifestyle Center, Jakarta, beberapa waktu lalu.

"Jadi orang tua jangan hanya shopping kursus buat anak saja. Sesuaikan dengan minat anak dan lihat manfaatnya ke depan," imbuh Wita.

Ia mengakui bahwa selama ini anak-anak yang kursus di banyak tempat dengan beragam bidang sering merasa tertekan. Ada bidang tertentu yang disukainya tapi sisanya adalah hal-hal yang tidak disukai sehingga berakibat anak-anak mengalami stress usia dini.

"Saya pernah bertanya pada anak-anak yang kursus di banyak tempat apakah mereka merasa nyaman atau tidak, ternyata sebagian besar merasa tidak karena mengikuti orang tua saja," ungkap Wita.

"Sekali lagi, agar kursus tersebut membawa pengaruh bagi anak, pilih yang sesuai minat dan bakat saja. Jadi jangan kebanyakan les juga," tandasnya.

Sumber : Kompas.com







Pikiran Negatif Bisa Menular



 
Faktor lingkungan berperan cukup besar dalam mempengaruhi cara kita menilai serta menyikapi sesuatu. Itu sebabnya menjadi penting untuk berhati-hati memilih lingkungan pertemanan. Sebuah studi baru bahkan mengatakan cara orang sekitar merespon peristiwa yang buruk, baik postif maupun negatif, dapat menular.

Seseorang yang berada dalam masa transisi, misalnya dari masa remaja ke usia dewasa, dinilai lebih gampang dipengaruhi cara berpikir orang di sekitarnya. Studi yang dimuat dalam jurnal Clinical Psychological Science tersebut juga mengatakan, pikiran negatif akan meningkatkan risiko mengalami depresi.

Para peneliti menganalisa pada 103 pasang mahasiswa baru yang menempati kamar yang sama. Di usia tersebut mereka dinilai punya kecenderungan lebih besar tertular pikiran negatif atau yang disebut dengan kerentanan kognitif. Studi menemukan, mereka yang memiliki kerentanan kognitif yang tinggi cenderung untuk mengalami peningkatan risiko depresi.

"Kami menemukan kerentanan kognitif para partisipan studi secara signifikan dipengaruhi oleh teman sekamarnya, begitu pula sebaiknya," tulis para peneliti. Teman sekamar yang terlibat dalam studi ini dipilih secara acak, bukan ditentukan oleh mahasiswa. Hanya tiga bulan setelah mereka tinggal di dalam satu kamar yang sama, penularan ini terjadi.

Para peneliti juga menemukan, mereka yang mengalami peningkatan kerentanan kognitif selama tiga bulan, mengalami tingkat gejala depresi yang meningkat pula. Kenaikan tingkat gejala depresi yang dialami adalah hampir dua kali lipat dibandingkan mereka yang tidak mengalami peningkatan kerentanan kognitif.

Sebelum penelitian ini, para peneliti menganggap kerentanan kognitif tidak banyak berubah setelah seseorang melewati masa remaja awal. Namun temuan baru menunjukkan bahwa saat seseorang ada dalam masa transisi pun dapat mengalami perubahan kerentanan kognitif.

Selain lingkungan, para peneliti mencatat ada faktor lain yang mempengaruhi kerentanan kognitif, yaitu faktor genetika dan biologis.

Sumber : Kompas.com

Dua pelajar wakili Indonesia dalam simulai sidang PBB


Jakarta  - Dua pelajar SMA, Gilang Al Ghifari Lukman dan Lestari Noorikawati Anggraeni, telah mewakili Indonesia dalam acara simulasi sidang PBB 2013 bertajuk "Moscow International Model United Nations (MIMUN)" yang berlangsung di Institut Hubungan Internasional Moskow (MGIMO), Rusia 14 hingga 19 April lalu.

Siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta pada Jumat menyebutkan, dalam acara tersebut keduanya berada dalam seminar yang berbeda, Gilang di 2nd Committee General Assembly, sementara Raeni berada di divisi General Assembly atau divisi tertinggi di PBB.

Meskipun berada di divisi yang berbeda, keduanya tetap membuat nama Indonesia berkibar di antara ratusan pelajar lain dalam seminar yang menjadi impian pelajar-pelajar dari berbagai belahan dunia tersebut.

Gilang merupakan siswa kelas 10 (1 SMA) MAN Insan Cendekia, Serpong, dan datang ke kota Moskow bersama seorang guru pendamping, Ahmad Imam, pada 13 April 2013. Sementara Raeni siswi kelas 11 (2 SMA) jurusan IPA di Sekolah Indonesia Moskow dan menjadi wakil bagi Indonesia lewat seleski dalam bahasa Rusia.

Gilang mengaku berkeinginan kuat untuk menjadi seorang diplomat yang dapat membuat hubungan Indonesia dengan negara-negara lain menjadi lebih maju, oleh karenanya ia memutuskan mendaftarkan diri mengikuti MIMUN.

"Awalnya saya mencari informasi di Internet mengenai kegiatan-kegiatan internaional, saya menemukan MIMUN dan langsung mendaftarkan diri," ungkap Gilang disela kepulangannya ke Indonesia pada Selasa (23/4) sebagaimana disebutkan dalam siaran pers tersebut.

Setelah mengikuti kegiatan MIMUN 2013 Gilang menyempatkan diri untuk mengunjungi kota Saint Petersburg.

Di sisi lain, Raeni juga ikut mengibarkan nama Indonesia setelah terpilih untuk mengikuti sidang divisi General Assembly yang merupakan divisi tertinggi di PBB.

Raeni yang memang fasih berbahasa Rusia lolos lewat seleksi dalam bahasa Rusia, melalui esai tentang penyelesaian konflik secara damai tanpa sengketa dengan mengambil isu ketegangan di Semenangjung Korea antara Korea Utara dan Korea Selatan.

Duta besar Indonesia untuk Rusia, Djauhari Oratmangun juga sempat menemui Gilang dan guru pendampingnya selama mengikuti kegiatan MIMUN, serta mengaku menyambut baik keikutsertaan kedua pelajar sebagai wakil Indonesia di ajang bergengsi tersebut.

Selain itu sebelum kegiatan MIMUN dimulai, Dubes Djauhari juga sempat meminta seorang diplomat di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Moskow untuk memberikan pelatihan tata cara mengikuti sidang-sidang PBB.

"Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk menamabha wawasan mengenai hubungan internasional dan peranan PBB melalui simulasi sidang-sidang multilateral yang diikuti," ujar Dubes Jauhari yang memiliki pengalaman bekerja cukup lama sebagai perwakilan Indonsia di PBB.

MIMUN merupakan acara simulasi sidang PBB yang bergengsi bagi pelajar dari seluruh dunia dan sudah berlangsung sejak 1997. Kali ini dalam MIMUN 2013 di Moskow, peserta yang datang terdiri dari kurang lebih 606 pelajar dari sekitar 65 negara.

Sumber : (ANTARA News)

Senin, 22 April 2013

Mimpi Pelajar Indonesia Menjadi Pemimpin Global



JAKARTA - Bisa berkompetisi secara global menjadi suatu keinginan bagi setiap orang, khususnya para pelajar yang sedang mengemban ilmu.

Demi mewujudkan itu, PT XL Axiata Tbk (EXCL) pun mencoba untuk memfasilitasikannya melalui program Feature Leaders. Di mana keinginan dan mimpi para pelajar untuk dapat menjadi pemimpin yang mampu berkompetisi secara global bisa tersalurkan.

"Program ini menekankan pada pengembangan kepemimpinan yang bertujuan melahirkan, sekaligus membekali pemuda Indonesia menjadi pemimpin dunia," kata Presiden Direktur XL Axiata Hasnul Suhaimi, saat acara XL Hadirkan Program XL Future Leaders 2, di Balai Kartini, Jakarta, Senin (22/4/2013).

Hasnul melanjutkan, program ini sebagai salah satu program untuk pengembangan keahlian atau life skill, yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin dunia. Adapun metode belajar baru yakni perpaduan antara kelas tatap muka lima kali per tahun.

Tidak hanya itu, lanjut Hasnul, program ini pun dikenankan belajar dengan memanfaatkan program-program berbasis teknologi informasi, serta aktivitas sosial lapangan.

"XL feature leaders juga memberikan kesempatan kepada calon-calon pemimpin untuk membangun network dan menggali inspirasi melalui kegiatan-kegiatan XL Meet the Leaders," tambahnya.

Maka dari itu, menurut Hasnul, pihaknya sangat serius dalam merencanakan setiap kegiatan yang berlangsung selama pelatihan. Bahwasanya pihaknya hanya berkeinginan memberikan bekal dan pengalaman terbaik kepada para calon pemimpin masa depan.

"Kita akan menekankan pada tiga kompetensi utama, yakni komunikasi yang efektif, mengasah jiwa kewirausahaan dan inovatif, serta kemampuan mengelolah perubahan bahasa inggris yang akan digunakan sebagai bahasa pengantar dan percakapan utama selama pelatihan," tutupnya.

Sumber : kampus.okezone.com

UN Sebaiknya Dihapus


Mantan Rektor UIN Bandung Prof Nanat Fatah Natsir, mengatakan, ujian nasional (UN) sebaiknya dihapus, dan penentuan kelulusan siswa diserahkan kepada sekolah, karena guru dan sekolah yang paling memahami kemampuan akademik siswa.

"Biarkan sekolah dan guru yang membuat soal dan menguji siswa. Pemerintah cukup membuat standar dan kisi-kisi soal UN untuk menjamin kualitas UN di seluruh Indonesia sama," kata Nanat Fatah Natsir di Jakarta, Senin (22/4/2013).

Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu mengatakan, pemerintah juga harus meningkatkan kualitas guru. Sebuah penelitian menyatakan, 62 persen kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas guru, baru kemudian kurikulum dan sarana prasarana.

Karena itu, kata Nanat, pemerintah perlu memberi kepercayaan kepada guru dan kepala sekolah, untuk menentukan kelulusan siswa berdasarkan pedoman yang sudah disusun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Sistem UN saat ini menunjukkan seolah-olah pemerintah tidak percaya dengan kepala sekolah dan guru. Mengapa tidak bisa seperti di perguruan tinggi, ketika kelulusan mahasiswa ditentukan dosen penguji dan ditetapkan rektor," tuturnya.

Menurut Nanat, kondisi pelaksanaan UN yang berantakan beberapa waktu lalu menunjukkan sistem yang diberlakukan saat ini lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Orangtua dan siswa justru menjadi korban sistem yang berantakan tersebut.

"Sistem UN saat ini juga mendorong ketidakjujuran, baik yang dilakukan siswa maupun guru. Demi mengejar kelulusan 100 persen, sekolah dan siswa melakukan segala cara dalam menempuh UN," ujarnya.

Pelaksanaan UN tingkat SMA di 11 provinsi tertunda, karena lambatnya pengiriman soal ke daerah tersebut. Beberapa pihak menduga keterlambatan dan permasalahan yang baru pertama kali terjadi itu, disebabkan kebijakan Kemdikbud yang membuat 20 tipe soal.

Mendikbud Mohammad Nuh kemudian memutuskan UN susulan di 11 provinsi tersebut, pengadaan naskah soalnya dengan cara memfoto kopi.



Sumber: Antara

Indonesia Kembali Raih Emas di Kontes Robot



 Indonesia Kembali Raih Emas di Kontes Robot
Tim Indonesia kembali merebut medali emas di kontes robot Robogames 2013 pada hari kedua, Sabtu (20/4), di San Mateo, California, Amerika Serikat. Kesempatan menambah medali emas masih terbuka lebar pada hari terakhir.

Taufiq Nizar, dosen pendamping dari Universitas Komputer Indonesia (Unikom), Bandung, mengatakan, satu medali emas diraih robot DU112 SOLAR-V13 dari Unikom yang bertarung di kategoriribbon climber, sementara medali perak diraih robot KARJO dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang berlomba di kategori balancer race.

”Semoga pada hari ketiga, Indonesia bisa bertambah lagi medalinya,” ujar anggota tim Indonesia dari UGM, Agys Badruzzaman, melalui surat elektronik, Minggu.

Tim Indonesia sampai saat ini sudah mengumpulkan 2 medali emas, 2 medali perak, dan 1 medali perunggu. Robogames 2013 berlangsung 19-21 April. (eld)

Sumber :
Kompas Cetak

Sabtu, 20 April 2013

Komnas Anak kecewa, Ibu Negara ‘dingin’ soal kasus pelecehan anak


Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait kecewa dengan keputusan ibu negara, Ani Yudhoyono yang tidak ingin menjadi ikon perlindungan anak.
Arist kecewa lantaran saat tingginya kasus kekerasan pada anak, Ibu Negara Ani Yudhoyono bersikap dingin. Padahal, seorang ibu negara harusnya berinisiatif sebagai pelindung, pengayom, dan ibu bagi anak-anak Indonesia, terutama kaum hawa.  Berdasarkan informasi Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) pada  tahun 2013, jumlah anak-anak yang ada di Indonesia sekitar 21 juta anak Indonesia. 50 persen dari mereka, sekitar 10 juta anak, mengalami kekerasan seksual.
 “Mereka selalu menemui masyarakat miskin. Ibu negara seharusnya menjadi salah satu ikon bagi masyarakat, terutama bagi anak-anak. Kejahatan seksual bukan tugas dari satu lembaga, tapi common issue atau isu bersama yang harus kita perangi bersama-sama,” kata Arist saat di temui  LICOM di kantornya, Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Menurut Arist, maraknya kasus kekerasan seksual pada anak, nampaknya tidak menggugah Ani Yudhoyono selaku ibu negara untuk berperan sebagai ikon bagi anak-anak Indonesia. Padahal, ikon ini penting agar anak-anak Indonesia atau masyarakat memiliki tokoh panutan yang dapat melindungi mereka.
Dirinya berharap, dalam memperingati Hari Kartini 21 April, kasus kekerasan terhadap anak berkurang. Perayaan ini sesuai ulang tahun RI (10), bocah yang mengalami kekerasan seksual oleh ayah kandungnya sendiri hingga meninggal dunia di RSUP Persahabatan. Ia menuturkan, RI merupakan simbol kekerasan seksual terhadap anak. Arist berharap tindak seperti ini dapat segera dihentikan.
“Kami berharap upaya kami ini kembali mengingatkan masyarakat betapa kejamnya kekerasan seksual pada anak dan harus segera dihentikan,” harapnya.@winarko

Sumber : lensaindonesia.com

Fakta Tentang Kesehatan Anak Indonesia Dari Tahun Ke Tahun

neonatal



Menurut data tahun 2008 di Indonesia, angka kematian balita adalah sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup, atau ada lebih dari 200.000 balita Indonesia yang meninggal setiap tahunnya. Sedangkan di Malaysia, dengan angka kematian balita sebesar 6.1 kematian per 1000 kelahiran hidup, ada 3.694 kematian balita, jauh lebih sedikit daripada Indonesia. Sementara di Filipina, yang juga merupakan negara kepulauan dengan penduduk yang besar, ada sekitar 85.400 kematian balita, tidak sampai setengah dari angka kematian di Indonesia.
Angka kematian bayi di bawah usia 1 tahun (Angka Kematian Bayi) di Indonesia adalah sebesar 34 kematian per 1000 kelahiran hidup. Dengan kata lain, ada sekitar 157.000 kematian anak setiap tahunnya. Dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya, angka ini jauh lebih dari Malaysia (3.633 kematian anak per tahun) dan dari Filipina (67.092 kematian anak per tahun).
Lebih dari dua per tiga kematian balita disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan intervensi yang mudah dan relatif murah.
1. Penyebab kematian utama anak balita adalah, Diare,Pneumonia,Malaria (di daerah Endemis Malaria) dan Campak.
2. Penyebab kematian utama anak berusia kurang dari 1 tahun adalah, Infeksi saluran dapas, Diare, Komplikasi Prenatal.
3. Kesenjangan dalam  kesehatan anak di Indonesia ,Kematian bayi di daerah Indonesia bagian timur (Nusa Tenggara, Maluku, Papua) serta Kalimantan justru meningkat. Sementara daerah Indonesia lainnya menunjukkan perbaikan. Kesenjangan fasilitas dan layanan kesehatan antar wilayah di Indonesia memiliki peran besar dalam kesenjangan ini.
4. Mengapa kematian anak masih sangat tinggi di Indonesia?
Masyarakat kurang mampu tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan dasar. Keterlambatan mendapat penanganan medis menyebabkan hampir 70% kematian anak balita.Kurangnya cakupan imunisasi, yang dapat mencegah sebagian besar penyakit menular pada anak.
Dengan adanya ancaman alami seperti ini, seharusnya pemerintah dapat lebih memaksimalkan lagi kebijakannya dalam hal kesejahteraan utamanya kesehatan anak, karena bagaimanapun juga anak Indonesia adalah generasi pelurus dan penerus bangsa Indonesia.

Sumber : kesehatan-ibuanak.net



Sri Sultan Setuju UN Dihapus


Gubernur DIY yang juga Raja Kraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X setuju jika Ujian Nasional (UN) dihapuskan.

Sebab, menurut Sultan, UN hampir tidak memiliki manfaat untuk peningkatan kualitas pendidikan. "Kalau itu tidak bermanfaat ya setuju saja. Tidak UN cukup ujian sekolah saja," katanya usai memberikan orasi budaya pada puncak Milad UMY ke-32 di kampus setempat, Sabtu (20/4).

Sultan memberikan orasi budaya bertajuk membangun karakter bangsa berbasis budaya dan agama. Menurutnya, meski di sejumlah daerah pelaksanaan UN mengalami banyak kendala. Namun di DIY berjalan lancar.

Dikatakannya, ujian sekolah sebenarnya sudah cukup memadai untuk mengukur kualitas pendidikan di setiap daerah. Apalagi untuk jenjang Sekolah Dasar (SD), UN sebenarnya tidak diperlukan. Sultan berpendapat, seleksi masuk ke jenjang berikutnya bisa dilakukan dengan ujian masuk di setiap sekolah yang ada.

Saat ditanya terkait desakan mundur terhadap Mendikbud M Nuh, Sultan mengatakan, pejabat negara itu harusnya bukan hanya berbicara masalah 'role of law' tetapi juga 'role of model'.

"Saya bukan masalah itu (mundur) tetapi harusnya bicara hal tersebut 'role' kalau sudah tidak sesuai ya mundur saja," ujar Sultan.

Sumber : Republika.com

Minggu, 14 April 2013

Menteri Nuh: Kami Juga Diuji Secara Nasional


Hari ini merupakan hari pertama siswa dan siswi SMA se-Indonesia menjalani Ujian Nasional, namun ada 11 provinsi yang mesti terlambat mengikuti dikarenakan masalah pendistribusian soal.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menyatakan ujian nasional bukan hanya untuk pelajar. "Kami, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, juga diuji secara nasional," kata Nuh di SMA Negeri 3 Jakarta, Senin, 15 April 2013.

Keterlambatan ujian nasional di 11 provinsi di zona tiga,wilayah Indonesia tengah, menurut Nuh, adalah salah satu ujian yang harus pemerintah lewati. Dia meminta maaf kepada para siswa dan orang tua murid yang terkena dampaknya. "Saya ikut merasa kecewa dan menyesal," kata Nuh.

Tertundanya ujian di 11 provinsi terkait dengan ketidakmampuan PT Ghalia Indonesia Printing. Perusahaan tak sanggup menyelesaikan pencetakan soal tepat waktu. PT Ghalia, yang lokasi percetakannya berada di kawasan Rancamaya, Ciawi, Bogor, Jawa Barat, itu juga kerepotan mendistribusikan materi ujian ke Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat. Provinsi di pulau-pulau itulah yang batal melaksanakan ujian nasional sekolah menengah atas/kejuruan.

Nuh menjelaskan, UN bukan sekadar menjawab soal. Tapi, kata dia, bagian dari perjalanan hidup para siswa untuk melanjutkan ke jenjang sekolah selanjutnya. Nuh mengimbau para siswa agar tidak percaya dengan isu kebocoran jawaban ujian.

Nuh hari ini melakukan kunjungan ke beberapa sekolah. Sekolah pertama yang dikunjungi adalah SMA Negeri 3 Jakarta sebagai Ketua Rayon 11 DKI Jakarta. Di sini Nuh menyampaikan pengarahan langsung untuk seluruh panitia ujian, menggantikan ketua rayon.

Secara simbolis, Nuh menyerahkan amplop-amplop soal kepada sekolah yang mengambil soal. "Semua lihat, ya, yang pegang kunci dari kepolisian dan perguruan tinggi, bukan dari pemimpin rayon," kata Nuh sambil menyerahkan beberapa amplop. Ia mengatakan, ini sebagai jalan meminimalkan kebocoran soal.

Selamat untuk para sahabat Forkare yang sedang mengikuti UJIAN NASIONAL, semoga lancar dan mendapat hasil yang memuaskan... :-)

Jumat, 12 April 2013

5 Penyakit Sering Dialami Anak-anak


Anak anak memang rentan terhadap penyakit sebab anak anak masih belum mengerti tentang menjaga kebersihan terkadang anak anak suka bermain yang kotor kotor sehinga mudah terserang penyakit nah berikut ini ada beberapa penyakit umum yang sering dialami anak anak.
1. Diare
Diare dapat disebabkan oleh alergi makanan, gangguan pencernaan, dan infeksi. Anda harus mengambil tindakan khusus dalam kasus tersebut. Berikan anak minuman yang berasal dari campuran gula dan garam. Jika tak kunjung membaik, segera bawa anak Anda ke dokter.
2. Demam
Sebagian besar anak sering menderita demam. Penyakit ini bisa disebabkan oleh pilek atau infeksi bakteri dalam tubuh. Ini bukan masalah kesehatan yang bisa diabaikan begitu saja. Segera konsultasikan dengan dokter, ketika anak mengalami demam tinggi. Penanganan yang cepat dapat memberi hasil terbaik untuk kesehatan anak Anda.
3. Pilek
Pilek adalah salah satu penyakit umum yang diderita oleh anak. Ini biasanya disebabkan oleh infeksi virus yang disertai dengan hidung tersumbat dan demam. Jika kondisi suhu tubuh terus meninggi, itu bisa menjadi gejala influenza atau pneumonia.
4. Masalah perut
Sakit perut, sembelit, dan asam lambung adalah beberapa penyakit umum yang diderita oleh anak. Kasus ini berhubungan dengan kebiasaan makan anak sehari-hari. Anak-anak juga memiliki kecenderungan memasukkan benda asing ke dalam mulut mereka. Nah, kebiasaan dapat dengan mudah menyebarkan bakteri ke dalam tubuh.
5. Ruam-ruam merah
Ruam-ruam merah disebabkan oleh masalah alergi pada kulit. Meskipun tidak menular, penyakit ini akan cukup merepotkan Anda. Anak-anak paling tidak tahan dengan masalah kulit seperti ruam. Alhasil, mereka jadi gampang rewel dan menggaruk ruam tersebut.
Yang terpenting adalah jangan pernah mengabaikan segala macam penyakit, baik yang menular atau tidak. Terkadang, penyakit yang dianggap sepele bisa berdampak buruk pada kesehatan anak Anda. (rvtc/bu)

Sumber : ravictory

Prestasi Anak di Sekolah Bisa Turun Cuma Gara-gara Kurang Minum



Anak yang berprestasi di sekolah tentu akan membuat orang tuanya bangga. Tapi bila prestasi anak menurun, jangan buru-buru memarahinya. Ada banyak penyebab turunnya prestasi anak di sekolah, salah satunya karena kurang minum. Kok bisa?
Anak-anak lebih berisiko mengalami dehidrasi (kekurangan cairan) karena memiliki rasio luas permukaan tubuh-massa tubuh relatif lebih besar dibandingkan orang dewasa, sehingga proses kehilangan air melalui kulit relatif lebih besar.
Anak sekolah juga sering melakukan aktivitas fisik, seperti berolahraga di bawah terik matahari, yang meningkatkan kemungkinan terjadinya dehidrasi.
Namun tampaknya anak-anak kurang peduli terhadap pentingnya asupan cairan untuk mengimbangi aktivitas mereka. Ditengarai banyak siswa yang sering mengabaikan rasa haus dan membatasi minum saat beraktivitas.
Selain itu, siswa juga sering menahan kencing karena kondisi toilet yang tidak higienis. Padahal, asupan air yang sedikit dalam jangka panjang dapat mengganggu kesehatan ginjal dan performa kognitif atau kecerdasan siswa.
"Dampak dehidrasi yang ditimbulkan pada anak dapat menyebabkan gangguan performa kognitif yang semakin kompleks dengan dampak penurunan konsentrasi dan suasana hati. Hal tersebut dikhawatirkan akan menurunkan nilai belajar anak di sekolah," jelas Dr. dr. Luciana B Sutanto, MS, SpGK, dokter spesialis gizi klinik dari RSCM, dalam acara Seminar Media 'Air Bisa Cegah Dehidrasi (ABCD) harus dimulai dari bangku sekolah' di Hotel Grand Sahid, Jakarta.
Dr Luci menjelaskan, dampak dehidrasi pada anak usia sekolah terbukti mengakibatkan efek buruk pada kesehatan dan stamina seperti kelelahan. Namun yang belum banyak diketahui, dehidrasi juga mempengaruhi kemampuan kognitif dan menyebabkan penurunan konsentrasi, penurunan daya ingat dan penurunan kemampuan operasi aritmatika.
Kurang minum juga dapat menyebabkan berdebar-debar, tekanan darah turun sehingga muncul rasa pusing di kepala ketika berdiri, apatis, mengantuk.
"Anak-anak yang dehidrasi bisa menyebabkan gangguan pada otak, karena sel otaknya kekurangan cairan. Akibatnya si anak tidak bisa konsentrasi atau kecerdasannya terganggu. Nilainya turun karena tidak bisa konsentrasi mendengarkan pelajaran di sekolah," tutur Dr. dr Saptawati Bardosono, MSc, Ketua Indonesian Hydration Working Group (IHWG).
Upaya untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh perlu dilakukan dengan cara minum yang cukup sesuai dengan kebutuhan berdasarkan usia, berat badan, aktivitas dan lingkungan.
Jenis asupan cairan yang diperlukan oleh tubuh adalah air yang bisa berupa minuman air putih dan minuman lain, serta makanan yang mengandung banyak cairan.
"Cara praktis untuk mencegah dehidrasi yaitu dengan minum teratur atau terjadwal, misalnya anak disarankan menghabiskan minum dengan takaran tertentu di sekolah, atau bisa juga dengan membawakan bekal minuman selain makanan. Di rumah diberi jadwal atau didampingi untuk menghabiskan jumlah tertenti minuman, misalnya setiap sesudah makan," tutup Dr Luci.

Sumber : ravictory.blogspot.com

Kamis, 11 April 2013


kla.org– Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi serta bentuk-bentuk eksploitasi baik ekonomi, seksual, penelantaran, ketidakadilan dan perlakuan salah. Hal ini disampaikan oleh Sri Haryatie, SH, Asdep Penanganan Kekerasan Anak, Deputi Perlindungan KPPPA pada pertemuan pembahasan Kebijakan Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Masyarakat dan Lembaga Pendidikan
Menurut Hasan, SH, Kepala Bagian Hukum KPPPA bahwa “Pasal 72 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengamanatkan masyarakat dan lembaga pendidikan untuk berperan dalam perlindungan anak, termasuk di dalamnya melakukan upaya pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungannya.” “Di masyarkat dan lembaga pendidikan masih banyak anak yang mengalami kekerasan fisik maupun psikis yang sehingga diperlukan upaya untuk melakukan pencegahan terjadinya kekerasan terhadap anak” tegas Hasan.
Untuk mengatasi kekerasan terhadap anak di lingkungan masyarakat dan lembaga pendidikan menurut Sri Haryatie, SH, Asdep Penanganan Kekerasan Anak, Deputi Perlindungan KPPPA menyebutkan bahwa “Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.” “Dengan demikian pencegahan kekerasan terhadap anak menjadi tanggung jawab semua pihak untuk mengimplementasikan dalam aktivitas keseharian” ungkap Sri.

Pertemuan yang berlangsung selama sehari bertujuan untuk memfinalisasi draf “Kebijakan Panduan Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Keluarga, Masyarakat, dan Lembaga Pendidikan”. Peserta berasal dari wakil Kementerian/Lembaga dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Provinsi.

BEBERAPA FOTO ACARA SEMINAR KETUA OSIS Se-KABUPATEN PURWOREJO


 

Senin, 08 April 2013

Seminar Ketua OSIS Se-Kabupaten Purworejo


 
Purworejo- Rabu, 10 April 2013 esok, adalah sebuah kegiatan besar sekaligus berisi kesempatan untuk para pelajar SMP dan SMA sederajat ,khususnya bagi para Ketua OSIS SMP dan SMA sederajat se-Kabupaten Purworejo, karena acara ini merupakan pertemuan yang diusung oleh FORKARE selaku organisasi anak di Kabupaten Purworejo, guna menjalin silaturahmi ,kerjasama, serta mampu membangun hubungan yang bersinergi sesama OSIS terkait Organisasi Pelajar intern sekolah masing-masing.

Hal ini dapat terwujud atas prakarsa  dan pemikiran FORKARE serta bantuan dan dukungan dari Pejabat-Pejabat daerah Purworejo, selaku penyokong adanya Forum Anak di Kabupaten Purworejo.

Semoga acara ini dapat berjalan lancar, dan dapat menghasilkan suatu hal yang signifikan bagi pelajar-pelajar Se-Kabupaten Purworejo.

Acara akan dilaksanakan di Pendopo Kabupaten Purworejo, yang akan dihadiri Bupati Purworejo ,beberapa pejabat daerah pembina forum, serta 150 pelajar SMP dan SMA se-Kabupaten Purworejo.

Sumber : Dokumen Divisi Data dan Informasi FORKARE

Empat dari 10 Anak di Indonesia Alami Masalah Pendek


 
Jakarta - Indonesia saat ini masih menghadapi masalah tingginya jumlah anak pendek karena asupan gizi yang kurang baik. Persentase anak pendek di Indonesia kini masih 35,8 persen atau secara rata-rata dari 10 anak sekolah dasar, empat di antaranya mengalami masalah pendek.

Kasubdit Bina Gizi Klinis Kementerian Kesehatan Andry Harmami menjelaskan, tingginya persentase anak pendek itu karena kasus kekurangan gizi yang masih cukup tinggi di Indonesia. “Saat ini tingkat gizi kurang di Indonesia 17,9 persen. Dari total tersebut 4,7 persennya mengalami gizi buruk,” ujar Andry Harmami pada acara peluncuran Program Terpadu Intervensi Perbaikan Gizi dan Pemberdayaan Komunitas, di Jakarta, kemarin.

Sebab itu, kata dia, prioritas pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Kemenkes 2010-2014 adalah perbaikan faktor gizi masyarakat. “Perbaikan gizi itu secara jangka panjang dilakukan untuk menurunkan tingkat gizi kurang,” tuturnya.

Sedangkan sasaran jangka menengah upaya tersebut adalah menurunkan persentase gizi kurang menjadi 15 persen pada 2014 dari saat ini yang sebesar 17,9 persen. Selain itu, perbaikan gizi dilakukan untuk mengurangi persentase anak pendek menjadi 32 persen dari saat ini 35,8 persen.

“Upaya pencegahan gizi kurang oleh pemerintah sejauh ini dilakukan secara rutin mulai dari posyandu melalui kegiatan pemantauan pertumbuhan dengan dilakukan penimbangan terhadap balita tiap bulan, penyuluhan gizi khususnya konseling ASI ekslusif dan pemberian makanan bayi atau anak, penggunaan garam beryodium, serta pemberian pelayanan kesehatan dasar,” paparnya.

Dia menambahkan, jika alam kegiatan pemantauan pertumbuhan mengindikasikan anak terkena gizi buruk, maka anak perlu dirujuk secepatnya melalui puskesdes, puskesmas pembantu atau puskesmas.

“Bila anak menyandang penyakit penyerta yang sulit disembuhkan, anak dapat dirujuk ke puskesmas rawat inap,” kata dia.

Menurut Andry, untuk anak yang menderita gizi kurang, anak akan diberikan makanan tambahan khusus selama maksimal 90 hari. Dengan pemantauan tepat, anak tersebut akan pulih layaknya anak normal lain. “Tapi jika dalam 90 hari belum pulih maka harus segera didiagnosa, pasti ada penyakit penyertanya, dan harus diberikan upaya tata laksana gizi buruk di rumah sakit," katanya.

Dia juga berharap puskesmas dapat senantiasa meningkatkan kinerja dengan melakukan pendekatan ke masyarakat terutama terkait masalah gizi kurang dan buruk, mulai dari kegiatan pelacakan, berkunjung ke rumah dan pendampingan. “Sejauh ini puskesmas kan telah mendapatkan bantuan operasional kesehatan dari pemerintah melalui APBN nongaji,” kata dia. (IZN - pdpersi.co.id)

Masalah Pendidikan di Indonesia


 

Peran Pendidikan dalam Pembangunan

Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia unuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bab ini akan mengkaji mengenai permasalahan pokok pendidikan, dan saling keterkaitan antara pokok tersbut, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya dan masalah-masalah aktual beserta cara penanggulangannya.

Apa jadinya bila pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan pembangunan di bidang pendidikan?. Walaupun pembangunan fisiknya baik, tetapi apa gunanya bila moral bangsa terpuruk. Jika hal tersebut terjadi, bidang ekonomi akan bermasalah, karena tiap orang akan korupsi. Sehingga lambat laun akan datang hari dimana negara dan bangsa ini hancur. Oleh karena itu, untuk pencegahannya, pendidikan harus dijadikan salah satu prioritas dalam pembangunan negeri ini.
Pemerintah dan Solusi Permasalahan Pendidikan

Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.

Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.

Kondisi ideal dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah tiap anak bisa sekolah minimal hingga tingkat SMA tanpa membedakan status karena itulah hak mereka. Namun hal tersebut sangat sulit untuk direalisasikan pada saat ini. Oleh karena itu, setidaknya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan. Jika mencermati permasalahan di atas, terjadi sebuah ketidakadilan antara si kaya dan si miskin. Seolah sekolah hanya milik orang kaya saja sehingga orang yang kekurangan merasa minder untuk bersekolah dan bergaul dengan mereka. Ditambah lagi publikasi dari sekolah mengenai beasiswa sangatlah minim.

Sekolah-sekolah gratis di Indonesia seharusnya memiliki fasilitas yang memadai, staf pengajar yang berkompetensi, kurikulum yang tepat, dan memiliki sistem administrasi dan birokrasi yang baik dan tidak berbelit-belit. Akan tetapi, pada kenyataannya, sekolah-sekolah gratis adalah sekolah yang terdapat di daerah terpencil yang kumuh dan segala sesuatunya tidak dapat menunjang bangku persekolahan sehingga timbul pertanyaan ,”Benarkah sekolah tersebut gratis? Kalaupun iya, ya wajar karena sangat memprihatinkan.”
Penyelenggaraan Pendidikan yang Berkualitas

”Pendidikan bermutu itu mahal”. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang kadang berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”.

Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

Sumber : gurupintar.ut.ac.id