Jakarta - Indonesia saat ini masih menghadapi masalah
tingginya jumlah anak pendek karena asupan gizi yang kurang baik. Persentase
anak pendek di Indonesia kini masih 35,8 persen atau secara rata-rata dari 10
anak sekolah dasar, empat di antaranya mengalami masalah pendek.
Kasubdit Bina Gizi Klinis Kementerian Kesehatan Andry Harmami menjelaskan, tingginya persentase anak pendek itu karena kasus kekurangan gizi yang masih cukup tinggi di Indonesia. “Saat ini tingkat gizi kurang di Indonesia 17,9 persen. Dari total tersebut 4,7 persennya mengalami gizi buruk,” ujar Andry Harmami pada acara peluncuran Program Terpadu Intervensi Perbaikan Gizi dan Pemberdayaan Komunitas, di Jakarta, kemarin.
Sebab itu, kata dia, prioritas pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Kemenkes 2010-2014 adalah perbaikan faktor gizi masyarakat. “Perbaikan gizi itu secara jangka panjang dilakukan untuk menurunkan tingkat gizi kurang,” tuturnya.
Sedangkan sasaran jangka menengah upaya tersebut adalah menurunkan persentase gizi kurang menjadi 15 persen pada 2014 dari saat ini yang sebesar 17,9 persen. Selain itu, perbaikan gizi dilakukan untuk mengurangi persentase anak pendek menjadi 32 persen dari saat ini 35,8 persen.
“Upaya pencegahan gizi kurang oleh pemerintah sejauh ini dilakukan secara rutin mulai dari posyandu melalui kegiatan pemantauan pertumbuhan dengan dilakukan penimbangan terhadap balita tiap bulan, penyuluhan gizi khususnya konseling ASI ekslusif dan pemberian makanan bayi atau anak, penggunaan garam beryodium, serta pemberian pelayanan kesehatan dasar,” paparnya.
Dia menambahkan, jika alam kegiatan pemantauan pertumbuhan mengindikasikan anak terkena gizi buruk, maka anak perlu dirujuk secepatnya melalui puskesdes, puskesmas pembantu atau puskesmas.
“Bila anak menyandang penyakit penyerta yang sulit disembuhkan, anak dapat dirujuk ke puskesmas rawat inap,” kata dia.
Menurut Andry, untuk anak yang menderita gizi kurang, anak akan diberikan makanan tambahan khusus selama maksimal 90 hari. Dengan pemantauan tepat, anak tersebut akan pulih layaknya anak normal lain. “Tapi jika dalam 90 hari belum pulih maka harus segera didiagnosa, pasti ada penyakit penyertanya, dan harus diberikan upaya tata laksana gizi buruk di rumah sakit," katanya.
Dia juga berharap puskesmas dapat senantiasa meningkatkan kinerja dengan melakukan pendekatan ke masyarakat terutama terkait masalah gizi kurang dan buruk, mulai dari kegiatan pelacakan, berkunjung ke rumah dan pendampingan. “Sejauh ini puskesmas kan telah mendapatkan bantuan operasional kesehatan dari pemerintah melalui APBN nongaji,” kata dia. (IZN - pdpersi.co.id)
Kasubdit Bina Gizi Klinis Kementerian Kesehatan Andry Harmami menjelaskan, tingginya persentase anak pendek itu karena kasus kekurangan gizi yang masih cukup tinggi di Indonesia. “Saat ini tingkat gizi kurang di Indonesia 17,9 persen. Dari total tersebut 4,7 persennya mengalami gizi buruk,” ujar Andry Harmami pada acara peluncuran Program Terpadu Intervensi Perbaikan Gizi dan Pemberdayaan Komunitas, di Jakarta, kemarin.
Sebab itu, kata dia, prioritas pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Kemenkes 2010-2014 adalah perbaikan faktor gizi masyarakat. “Perbaikan gizi itu secara jangka panjang dilakukan untuk menurunkan tingkat gizi kurang,” tuturnya.
Sedangkan sasaran jangka menengah upaya tersebut adalah menurunkan persentase gizi kurang menjadi 15 persen pada 2014 dari saat ini yang sebesar 17,9 persen. Selain itu, perbaikan gizi dilakukan untuk mengurangi persentase anak pendek menjadi 32 persen dari saat ini 35,8 persen.
“Upaya pencegahan gizi kurang oleh pemerintah sejauh ini dilakukan secara rutin mulai dari posyandu melalui kegiatan pemantauan pertumbuhan dengan dilakukan penimbangan terhadap balita tiap bulan, penyuluhan gizi khususnya konseling ASI ekslusif dan pemberian makanan bayi atau anak, penggunaan garam beryodium, serta pemberian pelayanan kesehatan dasar,” paparnya.
Dia menambahkan, jika alam kegiatan pemantauan pertumbuhan mengindikasikan anak terkena gizi buruk, maka anak perlu dirujuk secepatnya melalui puskesdes, puskesmas pembantu atau puskesmas.
“Bila anak menyandang penyakit penyerta yang sulit disembuhkan, anak dapat dirujuk ke puskesmas rawat inap,” kata dia.
Menurut Andry, untuk anak yang menderita gizi kurang, anak akan diberikan makanan tambahan khusus selama maksimal 90 hari. Dengan pemantauan tepat, anak tersebut akan pulih layaknya anak normal lain. “Tapi jika dalam 90 hari belum pulih maka harus segera didiagnosa, pasti ada penyakit penyertanya, dan harus diberikan upaya tata laksana gizi buruk di rumah sakit," katanya.
Dia juga berharap puskesmas dapat senantiasa meningkatkan kinerja dengan melakukan pendekatan ke masyarakat terutama terkait masalah gizi kurang dan buruk, mulai dari kegiatan pelacakan, berkunjung ke rumah dan pendampingan. “Sejauh ini puskesmas kan telah mendapatkan bantuan operasional kesehatan dari pemerintah melalui APBN nongaji,” kata dia. (IZN - pdpersi.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar