Pendidikan
di Indonesia yang terus berbenah tampaknya belum bisa menyentuh semua
elemen masyarakat yang ada di Indonesia khususnya untuk anak-anak kurang
mampu. Hal ini kemudian memunculkan para pekerja anak yang merupakan
generasi putus sekolah.
Sebenarnya, faktor penyebab munculnya
para pekerja anak ini cukup beragam. Sementara itu, yang terus mengemuka
saat ini faktor penyebab adalah karena masalah sosial ekonomi dan
kesejahteraan keluarga yang tidak mencukupi sehingga mengharuskan
anak-anak ini harus bekerja.
Sementara itu, Direktur Pengawasan Norma
Kerja Perempuan dan Anak Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
Kemenakertrans, Adji Dharma, mengatakan bahwa ada faktor lain yang
melatarbelakangi anak-anak ini menjadi pekerja anak.
“Bukan hanya masalah sosial ekonomi saja.
Ada faktor lain juga. Itu yang kami coba tuntaskan bersama dengan
Kemendikbud,” kata Adji, di Yayasan Al Himatuzzainiyah, Cakung, Jakarta.
Adapun faktor lain yang menyebabkan anak
usia sekolah ini menjadi pekerja anak yaitu budaya masyarakat yan
berpandangan anak adalah aset keluarga sehingga harus menjadi tulang
punggung keluarga. Kemudian adanya diskriminasi gender, permintaan pasar
yang tinggi terhadap pekerja anak karena bayarannya murah dan yang
terakhir lemahnya penegakan hukum terhadap masalah ini.
Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa jika
anak-anak ini terpaksa harus bekerja, maka ada beberapa hal yang wajib
diketahui terkait pekerja anak. Hal wajib ini sama sekali tidak boleh
dilanggar karena berpengaruh pada tumbuh kembangnya.
“Untuk mulai bekerja harusnya berusia 18
tahun ke atas. Tapi jika terpaksa di bawah itu, maka anak bekerja tidak
boleh lebih dari tiga jam per hari, pekerjaannya harus ringan dan tidak
membahayakan keselamatan jiwa, fisik serta perkembangannya sebagai
anak,” jelas Adji.
Durasi waktu bekerja ini dimaksudkan agar
anak-anak ini tidak kehilangan waktu belajar dan bermain. Untuk itu,
adanya pendidikan layanan khusus ini diharap dapat menjadi solusi
sehingga anak-anak ini tetap terpenuhi kebutuhan pendidikannya agar
menjadi sumber daya manusia berkualitas.
“Anak bekerja tidak boleh jam kerjanya
seperti orang dewasa. Kalau mereka sudah jadi pekerja anak, maka
kebanyakan lupa sekolah, sulit dikembalikan ke sekolah,” tandasnya.
Sumber : http://www.beritakaget.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar