Kamis, 27 Juni 2013

Forum Anak Nasional Dorong Kota Layak Anak di Indonesia

Yogyakarta - Salah satu agenda Forum Anak Nasional 2013 yang dibuka Ahad (23/6) lalu adalah mendorong kabupaten/kota di seluruh Indonesia untuk menuju Kota Layak Anak. Melalui KLA, kesejahteraan anak anak masuk dalam semua sektor perencanaan pembangunan.

"Dengan demikian, tumbuh kembang anak Indonesia akan optimal dan hak-hak mereka terpenuhi," katanya.

Pertemuan  dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas bagi pengurus Forum Anak Provinsi dan Kabupaten/Kota se Indonesia. Pertemuan kali ini mengangkat tema utama nasionalisme, persaudaraan, dan kebhinekaan." Tema tersebut dipilih untuk merespons dan mengantisipasi fenomena sosial menurunnya semangat nasionalisme dan jiwa patriotisme serta persaudaraan atau kesetiakawanan sosial antar anak.

Tahun ini, FAN diikuti 450 anak berusia 12-18 tahun perwakilan dari seluruh provinsi di Indonesia. Dalam ajang ini, anak-anak akan mengungkapkan pendapat dan gagasannya soal tiga tema utama pertemuan itu.

alah satu peserta FAN adalah Nurul Indriyani, remaja asal Grobogan yang akan mewakili Asia Pasifik dalam forum Malala Day di Gedung Pusat PBB di New York, Amerika Serikat. Dia diundang karena upayanya dalam mencegah pernikahan dini di kalangan remaja di daerahnya.
  
Pertemuan FAN ini dilaksanakan dalam rangkaian perayaan Hari Anak Nasional tanggal 23 Juli 2013 yang di satu sisi diharapkan dapat memberikan inspirasi anak-anak untuk bangga menjadi anak Indonesia dan termotivasi untuk berprestasi, dan di sisi lain pertemuan FAN merupakan apresiasi atau penghargaan bagi anak-anak daerah yang telah memiliki prestasi dan aktif berpartisipasi di lingkungan masing-masing.

Pada Malam Penganugerahan yang akan dilakukan di Kepatihan, tiga Tunas Muda Pemimpin Indonesia 2013 yang diraih oleh Daerah Istimewa Yogyakarta hadir bersama enam Tunas Muda Pemimpin Indonesia 2013 lainnya akan diberi penghargaan.

 Forum Anak Nasional 2013, pada hari Senin 24 Juni, para peserta yang terdiri dari anak-anak usia 12-18 tahun ini akan mengunjungi Akademi Angkatan Udara, Museum Dirgantara, pemakaman masal korban erupsi gunung Merapi 2010, dan melakukan penanaman pohon. Mereka juga akan belajar teknologi yang menyenangkan bagi anak sekaligus peresmian Kampung Pintar Pandes Bantul.

Jumat, 21 Juni 2013

"Watch Out : 'Protect Ours To Safe OurSelf' "

Hei..All Sobat Forkare.
Gimana kabarnya menjelang liburan ini? ^,^

Perlu kalian ketahui nih, kemarin beberapa Perwakilan Forkare mengikuti Sosialisasi Remaja tentang Kekerasan Seksual dan Otoritas Tubuh kita yg semestinya kita perhatikan.
Sosialisasi ini diprakarsai oleh Lembaga Pengabdian Hukum YAPHI dan Kelompok Belajar Kartini.
Yang diadakan di Aula Mushola SMK Widya Kutoarjo.
Acara berlangsung sangat meriah, peserta terdiri dari berbagai Sekolah SMA/SMK/Sederajat Se-Kabupaten Purworejo.

Dengan tema "Watch Out : Protect Ours To Safe OurSelf"





Sabtu, 15 Juni 2013

KPAI Selidiki Vonis Anak Di Bawah Umur


Kasus DS (11) dan RS (16) yang dibebaskan setelah dijatuhi hukuman 2 bulan 6 hari oleh Pengadilan Negeri Siantar akibat mencuri laptop dan HP, ternyata menjadi perhatian.
Buktinya Ketua KPAI Pusat, Kak Seto bersama rombongan, Senin (10/6) sekira jam 10.00 wib, turun ke Polres Siantar.  Selain menyelidiki penanganan kasus DS, mulai dari tingkat kepolisian dan kejaksaan serta pengadilan, KPAI juga mencari solusi penyelesaian kasus DS yang tidak diterima orang tuanya begitu saja bebas dari Lapas kelas II A Pematangsiantar.
Sebelumnya KPAI Pusat bersama pihak kepolisian, kejaksaan dan pengadilan serta Pemko Siantar, telah duduk bersama di Ruang Data Polres Siantar membahas penanganan kasus DS, termasuk anak di bawah umur lainnya yang terjerat masalah hukum.
Dari hasil pertemuan yang berlangsung selama 30 menit itu, diambil kesimpulan agar Pemko Siantar menyiapkan selter tempat rehabilitasi bagi anak-anak yang melanggar hukum.
Ketua Divisi Pengawasan KPAI Pusat, M Ikhsan, kepada awak koran ini mengatakan, adapun yang mendasari pihaknya sampai turun ke Siantar terkait kasus DS yang tidak diterima orangtuanya begitu divonis bebas. Menurutnya, anak yang masih di bawah umur tidak harus dihukum melainkan dikembalikan pada orangtua dan Kementerian Dinas Sosial perlindungan anak.
“Kita sangat berharap tahun 2014 ini Pemda setempat bisa menyiapkan fasilitas rehabilitasi bagi anak yang melakukan pelanggaran hukum,” ujar Ikhsan. Masih kata Ikhsan, Terhadap kasus DS  seharusnya sudah menjadi bahan perhatian bagi kepolisian agar mencari tempat penyelesaian terlebih status narapida DS agar bisa dikembalikan seperti semula,  dan sama hal nya dengan kasus anak di bawah umur lain yang melakukan pelanggaran.
“Walaupun si anak melakukan kejahatan bukan berati harus dipidanakan, Kita juga akan memeriksa penyidiknya dan bila terbukti melakukan kesalahan agar diberikan sanksi. Kita sudah surati Kapolri dan Jaksa Agung soal masalah anak di bawah umur yang melakukan pelanggaran hukum,” beber Ikhsan.
Menurut Kak Seto, kasus yang menimpa DS menjadi pelajaran bagi semua pihak. Dia juga menekan kan kepada Pemda setempat agar mempunyai selter tempat penitipan anak yang melakukan pelanggaran hukum. “Paling penting saat ini adalah bagaimana upaya kita untuk melakukan pendekatan kepada orangtuanya, sehingga DS bisa berkumpul lagi dengan keluarganya. Kita juga sangat berharap agar orangtua DS tidak terlalu menyalahkan si anak walaupun telah melakukan pelanggaran hukum,” tandas Seto.
AJUKAN BANDING
KPAI Pusat yang berada di Jakarta berkoordinasi dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) memberikan bantuan advokasi untuk mengembalikan hak DS (11), yang dipidanakan karena melakukan pencurian melalui upaya banding ke Pengadilan Tinggi Medan.
Hal itu disampaikan M Ihsan, Ketua Pengawasan KPAI saat ditemui di seputaran Pengadilan Negeri (PN) Siantar, Senin (10/6) sekira jam 13.30 wib. Dikatakan, KPAI yang saat ini diketuai Badriah Fayumi, mengawasi proses hukum yang dialami DS yang dinilai ada kesalahan. Menurutnya, putusan pidana penjara selama 2 bulan 6 hari yang dijatuhkan terhadap DS, adalah kekeliruan.
Sebab, katanya sesuai dengan pasal 5 Undang-Undang No 3 tahun 1997 DS tidak dapat dipidanakan. Disebutkan, anak yang masih di bawah umur 11 menurut UU Pengadilan Anak tidak boleh diteruskan, atau disidangkan. Hanya ada dua kemungkinan apabila anak tersebut melakukan tindak pidana.
Antara lain, katanya apabila masih dibina anak tersebut dikembalikan kepada orangtua, wali atau orangtua asuhnya. Namun, apabila anak tersebut tidak bisa dibina lagi, atau orangtua tidak mampu, maka sia nak tersebut harus diserahkan ke Departemen Sosial. Namun, setelah meneliti dan mengawasi, kekeliruan pidana terhadap DS ternyata karena ketidaktahuan Polres Siantar bahwa ketentuan anak di bawah umur 12 tahun tidak bisa disidangkan atau dipidanakan.
“DS itu kan masih di bawah 12 tahun, tidak bisa dipidana. Penyidik harusnya teliti, karena anak itu tidak semestinya disidang, dia mengalami kerugian dan harus mengajukan banding atas putusan hakim,” tuturnya. Sementara, untuk ruang tahanan yang ditempati DS selama berada di Lembaga Pemasyarakatan Jalan Asahan, M Ihsan berpendapat tidak ada masalah yang berarti. Untuk masalah DS yang terkadang disamakan dengan tahanan lainnya, itu disebabkan kondisi Lapas yang over limit (kelebihan batas).
Katanya, kapasitas yang seharusnya berjumlah 500, ternyata dihuni oleh 900 jiwa. “Jadi itu tidak masalah, namanya over limit,” tambahnya. Saat disinggung soal memori banding yang akan didaftarkan oleh KPAI dan LBHI Medan, M Ihsan mengaku sedang mendaftarkannya.  “Kan diberikan waktu untuk pikir-pikir selama 7 hari, nah kita bantu dia untuk banding. Ini kita mau daftarin memori bandingnya, lagi menunggu,” ujarnya tanpa menjelaskan lebih jauh



Sumber : kpai.go.id


Sabtu, 08 Juni 2013

Pemerintah Berencana Mengurangi Jumlah Pekerja Anak

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menargetkan mengentaskan 11.000 pekerja anak yang tersebar di seluruh Indonesia. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar mengatakan anak-anak selayaknya kembali belajar di sekolah, tidak disibukan dengan bekerja.

"Tujuannya agar anak-anak Indonesia dapat mengembangkan kesempatan belajar di sekolah dan terbebaskan dari berbagai bentuk pekerjaan terburuk, "kata Muhaimin melalui siaran persnya, Kamis, 23 Mei 2013. Program penarikan pekerja anak ini tersebar di 21 Provinsi dan 89 kabupaten/kota di seluruh Indonesia dengan mengerahkan 503 orang pendamping di 366 rumah singgah (shelter).

Muhaimin menuturkan kegiatan Pengurangan Pekerja Anak dilakukan untuk mendukung Program Keluarga Harapan (PPA-PKH). Kegiatan ini diarahkan dengan sasaran utama anak bekerja dan putus sekolah yang berasal Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dan berusia 7- 15 tahun.

Berdasarkan data Kementerian, pemerintah telah melakukan penarikan pekerja anak dari tempat kerja sebanyak 32.663 orang dan dikembalikan ke satuan pendidikan, sejak 2008. Daerah prioritas seperti provinsi Jawa Timur, juga diberikan paket peralatan sekolah bagi setiap pekerja anak.

"Prioritas terhadap anak dengan pekerjaan-pekerjaan terburuk dan berbahaya seperti perbudakan, pelacuran, pornografi dan perjudian, pelibatan pada narkoba, dan pekerjaan berbahaya lainnya," kata Muhaimin.

Anak dengan pekerjaan berbahaya bakal ditarik dari tempat bekerja. Mereka bakal ditempatkan sementara di rumah singgah untuk menjalani program pendampingan khusus selama 1 bulan. Kemudian, mereka akan di kembalikan ke sekolahkan untuk belajar di pendidikan formal SD/SMP/SMA, madrasah dan pesantren ataupun kelompok belajat paket A, B dan C.

Untuk mempercepat penarikan pekerja anak, Muhaimin berjanji mengerahkan pengawas ketenagakerjaan di pusat dan daerah. Menurut data Kemnakertrans, saat ini jumlah pengawas ketenagakerjaan sebanyak 2.384 orang dengan jangkauan sekitar 216.547 perusahaan. Para pengawas ketenagakerjaan yang saat ini tengah bertugas terdiri dari Pengawas umum, 1.460 orang, Pengawas spesialis 361 orang, Penyidik Pegawai Negeri Sipil 563 orang.



Sumber : Tempo.co

Pekerja Anak-Anak di Indonesia Masih Tinggi

Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mengungkapkan anak-anak usia 5-7 tahun masih banyak yang dipekerjakan dalam pekerjaan yang berbahaya. Di Indonesia, hasil pendataan Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa 1,7 anak-anak adalah pekerja.

"Pekerja anak ditemukan hampir di semua kabupaten," ujar Patrick Daru, Chief Technical Adviser of the ILO Education and Skill Program, Sabtu, 11 Juni 2001.

Menurut catatan ILO, paling tidak dari 215 juta pekerja anak, 115 juta bekerja di tempat berbahaya di seluruh dunia. Terjadi peningkatan pekerja anak di daerah bahaya dengan usai 15-17 tahun. "Hampir 60 persen anak pekerja di tempat berbahaya adalah laki laki," ujarnya.

Sektor yang mempekerjakan anak-anak di tempat berbahaya, di antaranya sektor pertambangan, penggalian, pertanian, perikanan, pelayanan rumah tangga, dan industri jasa.

Penggunaan tenaga kerja anak sangat berisiko besar dalam kecelakaan kerja. "Anak-anak punya risiko besar dalam kecelakaan kerja," ujarnya.

Patrick menegaskan dalam rangka memperingati Hari Anak Sedunia, semua pemangku kepentingan harus turun tangan untuk menentang pekerja anak. Indonesia sendiri sudah mulai ada perbaikan dengan mengalokasikan 20 persen anggarannya dalam sektor pendidikan. "Adanya program keluarga harapan telah mendorong keluarga mengirimkan anak anak ke sekolah," ujarnya.

Ia mengapresiasi adanya keputusan Menteri Dalam Negeri tahun 2009 yang mendorong berbagai komite aksi menghapus pekerjaan buat anak, menarik, dan mengawasi anak yang jadi pekerja terutama di tempat berbahaya. Selain itu, terjadi penurunan pekerja anak perempuan di tempat berbahaya. "Pemangku kepentingan perlu segera mengatasi hal ini," tambahnya.


Sumber : Tempo.co

Sabtu, 01 Juni 2013

Jalanan Bukanlah Tempat Hidup Seorang Anak

JAKARTA - Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Muhammad Ihsan mengatakan jalanan bukanlah tempat hidup seorang anak.

“Jalanan bukan tempat anak-anak. Membiarkan anak di jalan sama halnya dengan berinvestasi untuk kriminaslitas,” kata Ihsan, Rabu (29/5). Untuk mencegah semakin banyaknya anak yang hidup di jalanan, Ihsan menuturkan, pemerintah perlu menghentikan semua program yang bersifat bantuan untuk anak jalanan dan mengalihkannya pada anak miskin yang masih dijangkau oleh keluarga.

Karena, kata dia, dari evaluasi terhadap anak jalanan, salah satu penyebab menjamurnya anak jalanan, yaitu adanya program dan bantuan untuk anak jalanan, sehingga anak-anak miskin berbondong-bondong turun ke jalan agar dapat bantuan.

Kedua, lanjut Ihsan, masyarakat harus berhenti memberi di jalan dan mengalihkan pemberian langsung ke rumah anak-anak miskin atau melalui pemerintah/lembaga yang melakukan pendampingan terhadap anak jalanan. Karena terbukti kebiasaan masyarakat menyumbang atau belanja di jalan yang mempertahankan anak-anak, pengemis dan pengasong di jalanan. “Jika sayang sama anak jalanan dan pengemis di jalanan, berhenti memberi di jalan,” tutur Ihsan.

Ketiga, pemerintah harus melakukan penjangkauan pada orang tua atau keluarga anak jalanan agar mereka dapat memperbaiki penghasilan dan pengetahuan dalam pengasuhan. Bagi keluarga yang sudah dapat pembinaan, diberikan sanksi tegas jika masih membiarkan anak ke jalan dalam bentuk denda atau kurung badan.

Pemda dan masyarakat juga harus menyediakan ruang bermain bagi anak-anak agar tidak turun ke jalan. Untuk memastikan ini diharapkan seluruh masyarakat ikut mengawasi kelurahan atau kecamatan agar menyediakan ruang bermain yang aman dan nyaman bagi anak-anak.